Each page brings you to knows Sociology further

Facebook
RSS

PERANAN OBJEK WISATA DALAM PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

-
Mentari

Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha yang terkait dengan bidang tersebut. Berbicara tentang pariwisata di dalamnya tercakup berbagai upaya pemberdayaan, usaha pariwisata, objek dan daya tarik wisata serta berbagai kegiatan dan jenis usaha pariwisata.Yogyakarta adalah salah satu propinsi yang memiliki daya tarik masyarakat untuk datang. Selain karena Yogyakarta merupakan Kota Pelajar, D.I Yogyakarta juga memiliki daya tarik wisata yang tidak akan mengecewakan para pengunjung. Sebutan Yogyakarta sebagai daerah pariwisata menggambarkan potensi propinsi ini dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai jenis obyek wisata yang dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan, dan wisata belanja. Yang menjadi primadona dari berbagai tawaran wisata yang ada, wisata budaya dan sejarah lah yang paling banyak merebut animo para pengunjung untuk datang, dan datang lagi ke Yogyakarta.
Dalam kaitan kepariwisataan, Yogyakarta harus dibangun dengan citra sebagai pusat kebudayaan yang sebenarnya menjadi kekuatan daerah ini, yaitu budaya yang memiliki keunikan.
Nilai – nilai kebudayaan masyarakat Yogyakarta yang ditunjukkan dengan dilaksanakannya berbagai upacara adat menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang ke Yogyakarta. Selain di dorong oleh rasa ingin tahu, kedatangan para wisatawan juga di Yogyakarta juga karena perasaan tertarik untuk melihat kembali momen – momen kegiatan yang ada di Yogyakarta. Selain itu, kebudayaan yang ditunjukkan dengan hasil kerajinan juga tidak kalah menarik simpati wisatawan. Dalam hal perdagangan saja misalnya, ada anggapan tuno satak, bati sanak yang artinya tidak apa – apa jika tidak mendapatkan keuntungan materi, tetapi mendapat tambahan saudara atau keluarga baru.
Menurut I Gede Ardhika, falsafah itu mencerminkan bahwa nilai ekonomi atau materi, jauh di bawah, dan nilai yang tertinggi justru hubungan kekeluargaan. "Falsafah tersebut sebenarnya yang harus digunakan sebagai dasar membangun kepariwisataan Yogyakarta. Namun, semua itu baru harafiah saja, dan bagaimana mengartikulasikan dengan tantangan modernisasi," katanya. Ardhika mengatakan pengembangan pariwisata seharusnya tidak terperangkap pada aspek materi atau fisik semata, tetapi justru lebih mengedepankan kontribusi dan menularkan nilai-nilai yang luhur tersebut kepada wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara yang berkunjung ke daerah ini. "Saya rasa semua itu yang menyebabkan pariwisata Yogyakarta menjadi beda daya tariknya dengan daerah lain, sehingga membuat wisatawan yang datang ke daerah ini ingin kembali lagi ke Yogyakarta," tambah Ardhika.
Dari pemaparan di atas dapat dibuktikan bahwa kebudayaan khas lah yang membuat Yogyakarta unik, dan sering dikunjungi oleh wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Sumbangan terbesar yang diperoleh adalah dari adanya wisata belanja, yang dari tahun ke tahun tidak mengalami penurunan yang signifikan, bahkan cenderung meningkat. Dengan banyaknya wisatawan yang berbelanja di Yogyakarta akan menambah pendapatan dari hasil pajak penjualan. Kaitannya dengan wisata belanja, Malioboro merupakan trade mark Yogyakarta, karena merupakan bagian dari salah satu tujuan wisata belanja. Salah satu kegiatan bisnis yang berbasis ekonomi kerakyatan adalah dijajakannya makanan, terutama dalam bentuk lesehan yang menjadi ciri khas konsep kuliner Yogyakarta.
Pada mulanya, lesehan adalah untuk memenuhi kebutuhan utama makan para mahasiswa, mengingat Yogyakarta sebagai Kota Pelajar yang banyak pendatang untuk menuntut ilmu. Awalnya lesehan kurang diminati oleh para wisatawan karena keadaan yang kurang memadahi. Oleh karena itu pemerintah mulai membenahi tata ruang untuk para pedagang agar dapat menarik perhatian lebih dari wisatawan. Dalam perkembangannya, tidak hanya ditujukan kepada mahasiswa namun juga untuk para wisatawan yang datang ke Yogyakarta baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Selain wisata belanja, Yogyakarta memiliki daya tarik dalam wisata budaya dan pendidikan. Wisata budaya dapat dipusatkan pada adat kebiasaan masyarakat. Seperti upacara adat dan bangunan – bangunan sejarah. Seperti upacara Sekaten, atau sekedar menilik Kraton dan sekitarnya. Jumlah wisatawan tiap tahunnya mengalami peningkatan, yang terlihat signifikan adalah para wisatawan domestik. Sedangkan untuk jumlah wisatawan mancanegara berbanding lurus dengan banyaknya wisatawan asing yang datang ke Bali. Dikatakan demikian karena tidak jarang dari wisatawan asing yang datang ke Bali adalah wisatawan yang sedang dalam perjalanan menuju Bali atau bahkan wisatawan yang hendak berlibur ke Bali. Tidak jarang wisatawan asing berangkat pada pagi hari dari Bali, kemudian seharian menghabiskan waktu di Yogyakarta, dan kembali lagi ke Bali pada malam harinya.
Dilihat dari animo wisatawan tersebut, munculah wisma-wisma yang semakin menunjang banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Banyak penginapan (hotel) yang ditawarkan. Mulai dari harga yang standar hingga yang mewah. Dapat dicontohkan di sekitar Malioboro terdapat banyak sekali wisma dan hotel bintang 3 dan bahkan bintang 4. Dengan ke-khassan yang ditawarkan Malioboro kepada para pengunjung membuat pemerintah memberikan kelonggaran wilayah usaha penginapan (wisma, homestay, dll) untuk masyarakat sekitar Malioboro dan daerah wisata lainnya. Meskipun Malioboro terkesan kumuh karena wilayah berdagang para PKL yang berhimpitan, tapi justru itulah yang membuat daya tarik wisatawan itu sendiri yang menjadi ikon atau branding Yogyakarta. Sebutsaja Yogyakarta, pikiran orang pasti akan terasosiasi pada Maliboro. Karena memang itulah yang menjadi andalan.
Selain dapat menikmati wisata belanja, wisatawan juga dapat menikmati ramainya jalan Malioboro dengan berkeliling menggunakan becak atau andong. Becak, pariwisata, dan Yogyakarta merupakan perpaduan yang membentuk suati ikon destinasi pariwisata yang unik dan tidak dimiliki oleh daerah lain dan hal tersebut memiliki nilai khusus daya tarik wisatawan. Fenomena keunikan becak sebagai alat transportasi tradisonal dapat dilihat dari keterkaitan hubungan secara konsisten masih nampak eksisnya didalam menjalankan fungsinya sebagai alat transportasi masyarakat ditengah perkembangan peradaban masyarakat perkotaan Yogyakarta menuju perkotaan metropolitasn, khususnya bagi kepariwisataan.
Hubungan Becak sebagai alat transportasi yang dikaitkan dengan tata ruang perkotaan Yogyakarta adalah masih eksisnya alat transportasi dalam melayani masyarakat khususnya wisatawan, meskipun sebagian besar wilayah Yogyakarta, khususnya Kota merupakan kawasan heritage, yang kawasan tersebut adalah obyek wisata budaya unggulan dimana keberadaan becak sebagai alat transportasi tradisional mampu melayani secara optimal bagi pengguna (masyarakat – wisatawan dalam jangkauan 2 – 4 Km). Untuk itu, pengelolaan para penarik becak sudah mulai tertata dengan baik. Terdapat asosiasi yang menaungi para tukang becak tersebut.
Karena kepariwisataan berbasis budaya yang diterapkan Yogyakarta, maka obyek – obyek wisata yang memberkan corak khusus mengenai kebudayaan Jawa atau Yogyakarta pada khususnya mendapat polesan tersendiri oleh pemerintah. Pelaksanaan program pemugaran dan perbaikan tata ruang sudah dilakukan.
Keadaan ini akan membawa pendapatan yang besar bagi masing – masing daerah yang terdapat obyek wisata, khususnya untuk pendapatan asli daerah propinsi. Usaha yang dilakukan pemerintah agar lebih banyak lagi obyek wisata yang dikunjungi wisatawan adalah dengan menambah promosi atau penawaran kepada konsumen baik melalui kerjasama biro travel maupun promosi sendiri yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata. Selain itu, pemberlakuan sistem paket travel juga merupakan salah satu strategi pemasaran untuk mengenalkan obyek lain. Contohnya, paket perjalanan Candi Prambanan yang diberikan tambahan untuk mengunjungi Kraton Boko dan Candi – candi lain disekitarnya.  Hal ini tentu saja menambah referensi berkunjung bagi para wisatawan.
Selain obyek – obyek pariwisata yang telah mengalami perbaikan atau pemugaran untuk memikat daya tarik, pengembangan di sektor belanja khususnya Mall atau pusat perbelanjaan juga sudah digalakkan. Beberapa pusat perbelanjaan terbukti ramai saat liburan, seperti Mall Malioboro, Ambarukmo Plaza dan JogjaTronik. Tidak hanya wisatawan yang tertarik untuk membelanjakan uangnya di pusat perbelanjaan tersebut. Namun juga menarik masyarakat lokal untuk menyemarakkannya.

Sumber:
Anonim. 2010. Hotel dan Wisnus di Yogyakarta. Pariwisala Indonesia, Vol. 1 No. 9, Hal 6

Bambang Suwarminarta. 2008. Becak Pariwisata Yogyakarta dan Kesahajaan Promosi Wisata, http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/Becak_Pariwisata_Yogyakarta_dan_Kesahajaan_Promosi_Pariwisata.pdf, diunduh pada tanggal 19 Desember 2011.

Farida Handayani Hasibuan. 2005. Optimalisasi Pelayanan Pariwisata Propinsi D.I Yogyakarta Saat Weekend – Weekdays Berdasarkan Segmentasi Wisatawan Nusantara. http://eprints.undip.ac.id/1303/2/ASRI_HAR.pdf, diunduh pada tanggal 18 Desember 2011

Leave a Reply

    About Me

    Foto Saya
    Mentari
    Yogyakarta, D.I Yogyakarta, Indonesia
    Apa adanya, terungkap melalui kata.
    Lihat profil lengkapku